Masih sangat
melekat kenangan singkat di hari itu. Pagi
ketika sang surya malu-malu
menyapa, aku telah bersiap bergegas
pergi. Diantar bersama embun pagi yang
menyelinap diam-diam menghilang , kulalui
kota rantauku ini. Menerjang ramainya lalu lalang kendaraan,membelah suasana
pagi dan menyusuri kota yang berjuluk kota lumpia. Sampailah aku
di sebuah bangunan tinggi menjulang diantara bangunan-bangunan pencakar langit
lainnya. Kulangkahkan kaki perlahan – perlahan menuju tempat yang kutuju.
Sebuah lorong berbingkai kaca berjalan pelan mengantarkanku. Sebuah ruang
tersekat dinding menyambut sejenak setelah aku keluar dari lorong kaca itu.
Pertama kali kumasuki ruangan itu, tatapan mata-mata yang tajam menyambutku. Pertama kali bertatap
muka dengan wajah – wajah asing yang tak
pernah ku lihat sebelumnya dalam hidupku.
Langsung kutuju bangku depan dan sesegara mungkin aku mendudukinya. Saat aku terduduk termenung di bangku
mengkilap paling depan, Nampak seorang
wajah yang ku kenal sebelumnya masuk perlahan menuju ruang yang sama. Kupandang
dia dengan penuh perhatian. Kuamati setiap lekuk wajahnya, wajah yang tak asing
bagiku. Ya, ternyata benar dialah
orangnya. Karibku yang telah lama tak jumpa. Namanya yang sederhana tentu teringat betul di memori ingatan ini. Seketika aku seperti kembali ke masa dimana aku dulu bersamanya,
merangkai cerita masa sekolah yang tentunya tak akan terlupa olehku. Sebuah
jabat tangan hangat menyambut kami berdua. Takdirlah yang telah menentukan aku bertemu dirinya dan mereka yang tak ku kenal
sebelumnya. Ya, takdir kataku. Inilah cara Tuhan mempertemukan kembali jalinan
persahabatan yang telah cukup lama terputus karena jauhnya jarak di antara
kami. Ruangan segi empat berbatas dinding-dinding dingin diantara bangunan
megah nan tinggi menjadi saksi pertemuan kami.
Aku yang masih terheran-heran dengan kejadian pagi
itu, memulai kisah bersama kawan baru
dari belahan tempat lain. Datang ke kota Semarang dengan berbagai latar
belakang dan perbedaan. Namun merekalah rupa penuh aroma semangat yang dibawa
dari kota asal mereka. Semangat mencari hal baru, merangkai cerita baru yang
akan menjadi penggalan dari kepingan
hidupku yang utuh. Suasana
dingin yang menyeruak memenuhi ruangan terkalahkan oleh semangat yang
membara. Simpul senyum bersahaja yang tak pernah pergi selalu menghias bibir
mereka. Hari perdana dalam pencarian ilmu kami lalui begitu cepat. Siang yang
terik diusir senja secara perlahan. Mengantarkan malam kami yang indah di sudut
kota ini. Meski malam datang dengan muka gelapnya, gerlap lelampu jalanan
menghias pekatnya malam. Berteman bintang dan rembulan membuat malam nampak
bahagia. Malamku nampak
indah kupandang dari balik sepotong kaca besar di balik bangunan. Pencarian wawasan
baru tak berhenti begitu saja meski malam datang. Suasana malam yang
menentramkan hati menambah gelora pikiran-pikiran muda penuh wahana. Aku
terduduk kembali menanti orang-orang
hebat yang bersedia berbagi secuil ilmu dengan kami. Mata ini berbinar, hati
ini berdecak penuh rasa kagum melihat orang-orang luar biasa duduk di depanku. Aku dan
mereka yang ada di sampingku seolah tak ada bandingannya dengan orang-orang
hebat itu. Setiap kata yang mereka ucap adalah motivasi yang memacu diri ini
memuntahkan pikiran-pikiran kreatif yang mulai muncul di seluk pikiran ini meskipun rasa lelah datang menghampiri. Malampun kian
larut mengundang jiwa-jiwa yang mulai didera keletihan. Saatnya bagi diri ini
mengistirahatkan mata menghabiskan sisa-sisa malam.
Malam itu adalah salah satu malam terindah yang ada
dihidupku. Namun sayangnya sayup-sayup adzan subuh dan gerit pintu di ujung
ruangan menghentikanku menikmati waktu tidur. Sambutan pagi yang hangat di awal
pagi. Perburuan ilmupun dilanjutkan. Seorang pria tengah baya memasuki ruangan
dengan senyum mengembang di bibirnya. Menyapa kami dengan penuh ramah tamah
menebar rona penasaran di wajah ini. Membuatku penasaran dan bertanya-tanya hal
hebat apalagi yang akan kami terima darinya. Beliaupun memulai perbincangan
kami pagi itu. Satu kalimat yang membekas di pikiran hingga saat ini, “ aku tak
akan berkata sebelum sang Mahakata mau
berkata”. Kalimat sederhana yang penuh sarat makna. Menjadikan bekal bagi kami di akhir-akhir perjumpaan. Akhirnya tibalah
saatnya perpisahan, karena sesungguhnya pertemuan ada untuk menghantar
perpisahan. Aku baru mengenal mereka belum genap satu hari, tetapi jiwa kami
seakan – akan telah mengenal dan tak menginginkan sebuah perpisahan. Senyuman,
semangat, dan kenangan singkat dari para punggawa bangsa yang akan mengubah
dunia dengan menggoreskan kata-kata. Semuanya terbingkai indah di dasar hati
dengan sebuah harapan akan dipertemukan kembali pada suatu masa yang akan
datang. Terima kasih telah hadir dalam salah satu cerita hidup ini.
Untuk
kalian yang akan selalu kurindukan J J J J